Mentari
yang hilang (bag 1)
Oleh:
Fuji Wahyuni
Di sudut ruangan tampak
seorang gadis remaja sedang membersihkan meja. Dengan sangat hati-hati di
sapukannya kemoceng ke seluruh permukaan meja. Setelah selesai membersihkan
meja ia kemudian memasak telor dadar untuk makan malam papa dan adiknya.
Setelah semua pekerjaannya beres barulah ia mengambil buku pelajarannya.
Flo, gadis kecil itu
memandangi buku yang terhampar didepannya. Buku yang berjudul “panduan
menghadapi ujian nasional” itu dibolak-baliknya beberapa kali, tapi sepertinya
ia tidak sedang berusaha memahami isi buku tersebut. Pandangannya kosong dan
nanar, pikirannya melayang kemana-mana. “mama...Flo kangen sama mama.” Ia
berkata lirih. Air mata menetes membasahi pipinya. Ya sebentar lagi Flo akan
menghadapi ujian akhir, ia sangat membutuhkan dukung dari mama, namun sang mama
tak ada disampingnya.
Buku itu hanya ditatapnya, sedangkan
pikirannya melayang pada kejadian setahun yang lalu.
Dulu Flo mempunyai
kehidupan yang menurut orang-orang sangat sempurna. Ia mempunyai papa dan mama
yang menyayanginya, memenuhi segala kebutuhannya meskipun sang papa harus
terpisah dari anak istrinya. Papa mengadu nasib di luar kota, mencoba mencari
peruntungan dengan maksud bisa memenuhi segala kebutuhan anak dan istrinya.
Kenyataannya memang hidup Flo berkecukupan, tak kurang satu apapun. Lebaran
adalah waktu yang paling ditunggu-tunggu Flo, karena saat itulah dia, mama, dan
sang adik bisa berkumpul bersama papa.
Namun lebaran kali ini
berbeda, waktu yang seharusnya menjadi momen bahagia harus ternodai oleh
pertengkaran mama dan papa. Entah apa sebab dan alasannya, tiba-tiba saja mama
menuduh papa telah mempunyai wanita lain di kota sana. Papa berusaha membela
diri, namun mama yang keras kepala tak lagi bisa dibantah. Flo hanya diam,
menyaksikan sepotong kisah sinetron yang dilakoni oleh kedua orang tuanya.
Biasanya hanya di televisi ia menyaksikan adegan ini, akan tetapi sekarang hal
itu nyata di depan mata.
Semuanya berubah
haluan. Kebahagian itu telah sirna. Papa kembali ke luar kota, mama semakin
membenci papa dan sekarang Flo harus mendengar segala hal yang buruk tentang
papa. Flo gadis kecil, masih polos, apapun yang dikatakan mama menurutnya
adalah sesuatu yang benar adanya. Lambat laun rasa benci terhadap papa mulai
tumbuh di dalam hati Flo. Mama baginya seperti malaikat yang melindunginya dari
seorang papa yang tidak bertanggungjawab.
Babak baru dalam
sandiwara kehidupan Flo dimulai. Mama mulai mengenalkan calon papa baru untuk
Flo. Gadis kecil itu terlalu patuh untuk sekedar membantah perkataan mama. Maka
malam itu ketika mama menyuruh Flo untuk berdandan yang rapi, acara makan malam
bersama calon papa baru, Flo hanya menuruti perkataan mama.
“sayang, ini calon papa
baru kamu! Kamu bisa memanggilnya papa sekarang. Orangnya baik kok!”
Flo hanya tersenyum, menyalami
calon papa barunya dengan hati-hati. Tak ada niat untuk berbuat lebih, karena
ia juga tak tahu mesti melakukan apa. Ingin rasanya ia menghentikan semua itu,
mengembalikan keluarganya agar utuh kembali. Namun teringat akan papa yang
meninggalkan dirinya, adiknya, dan mama, diurungkannya keinginan itu.
Ketika suatu waktu papa
memutuskan untuk tinggal bersama-sama agar tak ada lagi kesalahpahaman, namun
suasana semakin runyam. Mama tetap mempertahankan pacarnya, sementara papa tak
dapat berbuat banyak. Mungkin aturan adat yang membatasinya, sebagai seorang
suami di Minangkabau yang tinggal di rumah istrinya, papa bagaikan abu di ateh tunggua. Tak berhak
memutuskan segala sesuatu di rumah istrinya. Papa bukannya tak sanggup membeli
rumah sendiri untuk keluarga kecilnya, tapi mama tak menginginkan itu, ia ingin
agar tetap tinggal dirumah orang tuanya. Jadilah papa seorang sumando di rumah
tersebut, ibarat seorang tamu yang dihormati tetapi tidak berhak memberikan
suatu keputusan. Papa tak bisa berbuat banyak, karena ia sadar dimana ia
berada.
***
Pagi yang indah, cahaya
matahari mulai memasuki kamar Flo melalui celah-celah jendela. Flo segera
beranjak dari ranjangnya, ia melihat jam di meja. Sudah pukul 07.00, hari ini
hari Minggu jadi dia bisa bangun agak siang, tapi tunggu dulu, ada sebuah
amplop dengan warna merah muda yang tergeletak di atas meja. Flo memunguti
amplop tersebut. Bersambung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar